Senin, 14 November 2016

Masalah Gizi Buruk di Daerah Sumatera Barat dan Cara Mengatasinya (Sti Ahsanunadiyya)


MASALAH GIZI BURUK DI DAERAH SUMATERA BARAT DAN CARA MENGATASINYA
MATA KULIAH SOSIOLOGI KESEHATAN




Oleh :
Siti Ahsanunadiyya
NiM : 1607515




PROGRAM DIPLOMA PRODIKEPERAWATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016




MASALAH GIZI BURUK DI DAERAH SUMATERA BARAT DAN CARA MENGATASINYA
Oleh: Siti Ahsanunadiyya, 1607515

Masalah yang sering terjadi di dunia ini termasuk di Negara tercinta kita ini Indonesia adalah gizi buruk.Sehingga masalah ini merupakan salah satu poin yang penting untuk mengatasi masalah ini menurut Milleneum Development Goals (MDGs).Di setiap Negara masalah gizi buruk ini harus segara diatasi walaupun secara bertahap.Pada tahun 2015 gizi buruk sudah berkurang hingga mencapai 15%. Sama halnya dengan indonesia masalah gizi buruk sangatlah penting untuk segera diatasi, hal ini berpengaruh terhadap pembangunan bangsa.
Sebagai salah satu negara yang memiliki kompleksitas kependudukan yang sangat beraneka ragam, Negara Indonesia berhasil menurunkan angka balita kurang gizi dari 31 % dan pada tahun 1989 menjadi 18,4 % pada tahun 2007. Ini menunjukan bahwa proses pencapaian target MDGs secara bertahap dapat dilakukan oleh Indonesia yang notabene adalah Negara berkembang. Namun, kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sering terjadi. Angka balita gizi buruk di perkotaan mencapai 15,9 % lebih rendah dibanding angka gizi buruk yang terjadi di pedesaan yang mencapai 20,4 % dan juga terdapat kesenjangan antar kelompok sosial ekonomi.
Proses terjadinya kekurangan gizi yang terjadi secara menahun dan merupakan kondisi terparah dalam masalah kesehatan dan bukan kejadian yang terjadi secara tiba-tiba disebut gizi buruk. Status gizi pada balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Sedangkan jika sedikit di bawah standar disebut gizi kurang.Kalau jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Istilah Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.
Malnutrisi primer adalah istilah yang digunakan untuk gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin, hal ini disebabkan karena masalah ekonomi, rendahnya pengetahuan, dan kurangnya asupan gizi. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi juga tergantung pada derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pada saat pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun.Tanda klinis dan gejala yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tiga komunitas di Sumatera Barat tahun 2010. Jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 572 yangakan mencerminkan situasi rumah tangga di Sumatera Barat, dan mencirikan masyarakat nelayan, masyarakat pertanian dan perkebunan, dan masyarakat perkotaan. Ketiga jenis masyarakat ini kemudian akan dipilih daerah yang representatif pada setiap kabupaten/kota. Jumlah sampel ditentukan dengan melakukan sampling terpilih, yaitu desa yang terpilih secara acak.Lalu penarikan sampel dilakukan secara sistematik bergiliran sampling dari interval sampel yang ditentukan sesuai dengan jumlah rumah tangga yang ada.
Dari hasil studi penelitian seacar umum, jumlah penderita gizi buruk di daerah terebut sanglah besar. 17,6 % balita memiliki resiko gizi buruk. Hal Ini memang sangat disayangkan karena daerah ini merupakan daerah dengan tingkat produksi pertanian yang tinggi. Begitu juga dengan perikanannya yang merupakan sentra perikanan untuk kawasan Sumatera.Hal ini menunjukkan  berarti pengaruh produksi pangan tidak memberikan jaminan terhadap resiko penderita gizi buruk di Sumatera Barat. Bila dilihat menurut komunitas, komunitas nelayan memiliki proporsi tingkat penderita gizi buruk yang relatif tinggi dibanding dua komunitas lain seperti komunitas perkotaan dan komunitas pertanian.Sungguh ironis dengan kekayaan pangan yang tinggi namun masalah gizi buruk masih tetap ada.
Factor yang mempengaruhi gizi buruk di daerah Sumatera Barat diantaranya, factor migran.Hasil studi penelitian menunjukan penduduk pendatang (migran) memiliki resiko penderita gizi buruk pada balita dibandingkan dengan penduduk asli.Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas sebesar 1,190.Artinya maka di Sumatera Barat terjadi ketimpangan ekonomi, dimana akses ekonomi lebih dikuasai oleh masyarakat asli.Sedangkan pendatang cenderung berekonomi miskin. Apabila kemiskinan ini terjadi maka masalah yang akan selanjutnyayaitu adanya penderita gizi buruk pada balita.
Selain itu faktor Pendidikan juga mempengaruhi meningkatnya angka gizi buruk di daerah ini.Pengetahuan terhadap gizi dan kesehatan.Apabila pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua rendah, maka pola asuh orang tua terhadap anak menjadi kurang baik.Dan akibatnya berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Sekitar 21,6 % balita yang berasal dari kelompok masyarakat miskin menderita gizi buruk, hal ini berarti temuan tersebut terdapat implikasi bahwa tingkat kemiskinan yang tinggi dan pendidikan yang rendah merupakan resiko terbesar dalam persoalan gizi buruk di Sumatera Barat. Namun hal ini juga dapat dipengaruhi oleh Usia Kepala Rumah Tangga, pada data hasil penelitian menunjukan bahwa resiko gizi buruk pada balita paling tinggi terjadi terjadi pada kepala rumah tangga dengan usia muda yaitu usia 24 tahun kebawah dengan probability sekitar 1,298 kali lebih besar dibanding usia lain.
Pada kondisi pendidikan orang tua juga berpengaruh, dengan tingkat pendidikan rendah (SD/tidak tamat SD) maka cenderung memiliki resiko yang besar terhadap kualitas gizi anak, dimana probability resiko gizi buruk 5,699 kali lebih besar dibandingkan dengan orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Namun, uniknya faktor Jumlah Anggota Rumah Tangga (JART) juga berpengaruh.Hasil penelitian menunjukan hal yang unik bahwa semakin besar anggota rumah tangga semakin rendah resiko anak balita menderita gizi buruk.Hal ini terjadi akibat besarnya tingkat produktivitas dari rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak.Dan juga ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga yaitu dengan bekerja yang berat sehingga total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat.
Fenomena ini kemungkinan berkaitan juga dengan pengalokasian dana yang digulirkan oleh pemerintah (Pusat) untuk penanggulangan kasus gizi buruk.Sungguh sangat Ironis.Maka akantimbul pertanyaan untuk pemerintah, di manakah laporan hasil pemantauan status gizi berada dan ke mana laporan tersebut dikirimkan selama ini? Secara teknis,seharusnya laporan tersebut berada di Dinas Kesehatan (untuk Daerah) dan Departemen Kesehatan (untuk Pusat). Secara teknis pula, lembaga-lembaga tersebut bertanggungjawab atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala mulai dari tingkat Puskesmas, sampai dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber informasi.Demikian pula institusi rumah sakit, merupakan unit pelayanan yang juga turut berkontribusi atas tersedianya informasi kasus tersebut karena berkaitan dengan fungsinya sebagai pusat rujukan kasus.
Departemen Kesehatan telah mengadakan suatu pertemuan yang bertujuan untuk sosialisasi pencegahan dan penanggulangan gizi buruk bagi pemegang kebijakan di Batam pada 6-8 Oktober 2005 (Regional I) dan di Yogyakarta 11-13 Oktober 2005 (RegionalII). Pertemuan ini dihadiri oleh para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Rumah Sakit Propinsi se-Indonesia yangmembahas Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009,dan menginformasikan bahwa 70% dari anggaran yang tersedia akan di fokuskan pada promosi kesehatan (dalam hal ini upaya promotif dan preventif).
  Sehingga perlu strategi khusus dalam menangani persoalan gizi buruk ini.Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan pendekatan kesejahteraan rumah tangga. Hal ini menjadi poin penting untuk mengatasi gizi buruk pada balita, meningkatkan pelayanan kesehatan pada level posyandu, perlujuga diadakannya sosialisasi mengenai pengetahuan gizi kepada setiap anggota keluarga, program-program bantuan untuk masyarakat miskin perlu diintensifkan terutama melakukan diversifikasi bantuan bukan saja terhadap karbohidrat tapi juga mencangkup protein dan vitamin.
Salah satu program bantuan yang dapat diterapkanyaitu melalui Program Bengkel Gizi Terpadu/BeGiTu, dan merupakan salah satu program regular turunan dari Program Sedekah Pangan yang kini tengan berjalan (on going program), selain program turunan lainnya seperti Dapur Sosial/Dapsos, Paket Pangan Keluarga dan Food Truck.
Program BeGiTu ini telah dilaksanakan di daerah Desa Karang Tengah, Pagedangan - Kabupaten Tangerang. Aksi Cepat Tanggap/ACT melalui Direktorat Social Development intens menggelar program ini.Program ini dilaksanakan pada hari Senin, dan dilaksanakan oleh Tim Social Development-ACT , dengan kegiatan pemeriksaan kesehatan, penyuluhan kesehatan dan pembagian paket gizi, untuk 60 balita di Desa tersebut.
dr. Lukman Hakim yang merupakan salah satu dokter Pembina Program BeGiTu, mengatakan bahwa anak yang sehat bisa dilihat dari berat badan dan tinggi badannya. Secara kasar, patokan berat badan seorang anak adalah sebagai berikut : anak umur 1 tahun beratnya 3 kali lipat berat badan saat lahir, Menurutnya umur 2 tahun idealnya anak memiliki berat badan 4 kali lipat dari berat saat dilahirkan.
Dalam program ini diadakan juga penyuluhan mengenai makanan sehat dan bergizi vitamin. Dalam penyuluhan tersebut dijelaskan tentang bagaimana cara mengolah makanan vitameal, menjadi makanan yang sehat dan menarik bagi buah hati, sehingga mereka menyukainya. Penyuluhan ini membuat para orang tua sadar akan pentingnya gizi untuk anak yang berpengruh terhadap tumbuh kembang anak terutama balita.
Program ini telah berjalan selama satu tahun lebih dan hasil yang didapatkan cukup memuaskan.Yang ditunjukkan dengan adanya pengurangan jumlah penderita gizi buruk di desa karang tengah tersebut.Program ini juga dapat dilakukan di derah Sumatera Barat karena sangat disayangkan sekli dengan jumlah pangan dan perikanan yang tinggi tapi masih ada anak atau balita yang menderita gizi buruk.
Untuk merealisasikan program ini pemerintah daerah dapat memasukkan program BeGiTu ini ke dalam program kerja yang harus dilaksanakan setiap bulannya.Dan juga bekerjasam dengan tenaga kesehatan yang professional dan ikhlas yang berada di daerah tersebut untuk membantu pemerintah dalam merealisasikan program ini. Dan tenaga keshatan ini yang akan memberikan penyuluan terhadap masyarakat di daerah tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesenjangan antara pendudukan asli dan pendudukan pendatang sehingga anak atau balita dapat tumbuh dengan sewajarnya dan pembangunan bangsa ini dapat berjalan dengan semestinya.







Daftar Pustaka.
http://digilib..ac.id/download.php?id












Lembaran Khusus
·  Jelaskandalam1 lembar khusus, mengapa anda memilih judul essaytersebut?,kejadianapa yang memotivasiandamenulisessay tersebut, bagaimanakahperasaanandadenganmasalahtersebut?, apa yang sudahandaketahui?danpengetahuanbaruapa yang andapelajaridalamperkuliahan? Serta aparencanaandakedepan?
Judul essay yang saya buat adalah “Masalah Gizi Buruk di Daerah Sumatera Barat dan Cara Mengatasinya”. Essay ini saya buat karena akhir-akhir ini banyak seklai masalah gizi buruk di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Hal ini akan menurunkan para generasi muda yang akan membangun bangsa ini di masa yang akan datang. Sehingga perlu perlakuan yang serius untuk mengatasi masalah gizi buruk.Indonesia adalah Negara berkembang namun pangan yang dihasilkan melimpah seharusnya hal ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan pemerintah untuk mengolah dan mengelolannya.Jangan sampai lahan di Indonesia di gunakan untuk membangun industry-industri yang dapat menyebabkn terjadinya pencemaran di lingkungan kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar